This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 19 November 2012

Festival Sungai Rongkong Target Peningkatan Kunjungan Wisatawan


Pelaksanaan Festival Sungai Rongkong yang akan mulai dighelat 28 Oktober mendatang, ditargetkan akan meningkatkan kunjungan wisatawan baik domestik maupun mancanegara di Kabupaten Luwu Utara.
Camat Sabbang Jumail Mappile mengatakan pelaksanaan Festival Sungai Rongkong ini digagas dalam rangka menggali potensi wisata yang ada di Luwu Utara. Selain itu diharapkan agar budaya dan kearifan lokal daerah dapat tetap terjaga dan tidak tergerus oleh zaman.
“Kami berharap Festival Sungai Rongkong ini diprediksikan akan meriah karena sejumlah kegiatan akan dilaksanakan pada even tersebut yang ditargetkan akan melibatkan peserta bukan hanya dari Kabupaten Luwu Utara saja, tetapi juga daerah lainnya,” ujar Jumail.
Sesuai data yang dihimpun dari Panitia Pelaksana Festival Sungai Rongkong, sejumlah kegiatan akan digelar dalam rangka pelaksanaan event tersebut, seperti Pemilihan Putra Putri Sungai Rongkong, Fun Bike, Cross Country, Lintas Alam, Carnaval Budaya, Penanaman Pohon, Kemah Pemuda, Syukuran Panen (Balole Terpanjang), dan Donor Darah.
Selain itu juga ada lomba tradisional seperti Ma’Gasing, Ma’Cukke, Ma’Dengka-Dengka, Mellawa, Lomba Rakit, Festival Tarian Daerah, Lomba Design Batik, Festival Lagu Daereh, Lomba Cerita Rakyat, Festival Qasidah Klasik, Festival Rampak Perkusi.
Sementara itu, Ketua Forum Komunikasi Putra Putri Sabbang (FKPPS), Hasrum Jaya mengatakan Festival Sungai Rongkong masuk dalan agenda kegiatan FKPPS yang termuat dalam Program Kerja di Devisi Pariwisata, Seni Budaya dan Olahraga.
“Rencananya FKPPS dan Pemerintah Kecamatan Sabbang akan menjadikan festival ini menjadi agenda tahunan,” ujar Hasrum. (b)
Conan

PESONA SABBANG


TERM OF REFERENCE
PESONA SABBANG


A.   NAMA KEGIATAN
 Pesona Sabbang

B.   TUJUAN KEGIATAN
Kegiatan Pesona Sabbang bertujuan untuk:
1.   Menggali Potensi Budaya dan Nilai-Nilai                  Kearifan Lokal
2.   Menggali Potensi dan Bakat Generasi Muda
3.   Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

C.      JENIS KEGIATAN
1.       PERMAINAN TRADISIONAL
a.       Ma’ Gasing
b.       Ma’ Cukke
c.      Mellawa
d.      Ma’ Dengka-Dengka
e.      Ma’ Tenge-Tenge
f.       Ma’ Kandece
g.      Menggalacang
h.      Ma’ Raki’

2.       KEGIATAN ENTERTAINMENT
a.      Festival Tarian Daerah
b.      Festival Lagu Daerah
c.      Lomba Cerita Rakyat
d.      Festival Kasidah Klasik
e.      Festival Rampak Perkusi
f.       Pemilihan Putra Putri Pesona Sabbang
g.      Lomba Fhoto
h.      Lomba Carnaval Budaya

3.       SEPEDA SANTAI (FUN BIKE)
4.       LOMBA KEINDAHAN DESA
5.       PAMERAN POTENSI DESA
6.       KEGIATAN SOSIAL
a.      Pesta Panen/Syukuran Panen
b.      Donor Darah

      D. WAKTU PELAKSANAAN
Pelaksanaan kegiatan direncanakan dimulai pada bulan September 2013

      E. PESERTA KEGIATAN
Pada Kegiatan Festival Sungai Rongkong ini, Panitia akan mengundang :
a.      Masyarakat Luwu Utara
b.      Instansi Pemerintah
c.      Sekolah, mulai dari tingkat SD, SLTP, SMU dan Perguruan Tinggi
d.      Lembaga Adat
e.      Sanggar Seni
f.       Organisasi Kemasyarakatan dan Organisasi Kepemudaan

      F. PELAKSANA KEGIATAN
Pelaksana Kegiatan adalah Forum Komunikasi Pemuda Pemudi Sabbang (FKPPS), bekerjasama dangan pihak Sponsor.

      G. ANGGARAN KEGIATAN
               Sumber Anggaran, anggaran kegiatan diharapkan bersumber dari :
a.       Sponsor,
Ø  Sponsor Tunggal ; Menanggung seluruh anggaran
Ø  Sponsor Utama ; Menanggung 75% dari seluruh anggaran
Ø  Sponsor Madya ; Menanggung 50% dari seluruh anggaran
Ø  Sponsor Muda/Purwa ; Menanggung 25% dari seluruh anggaran
Ø  Sponsor Pendukung ; Menanggung 10% dari seluruh anggaran

b.      Pemerintah

      H. PENUTUP
Demikianlah rangakaian penjelasan dalam TOR ini, semoga kita semua dapat turut berpartisipasi dalam bentuk moril maupun materil, demi suksenya acara “PESONA SABBANG”, terimah kasih atas segala perhatian dan partisipasi kita semua, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Masyarakat Adat Rampi dan Persoalannya


Oleh: Bata Manurung - Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Tana Luwu
RAMPI adalah salah satu komunitas adat yang berada di kabupaten luwu utara propinsi sulawesi selatan dan merupakan salah satu kecamatan  di Kabupaten Luwu Utara yang berada di dataran pegunungan.
Secara geografis, Rampi terletak di ketinggian 1.635 Km dari permukaan air laut dengan jarak 84 Km dari Ibu Kota Luwu Utara Masamba dan  luas wilayah 1.565 km2 berpenuduk 2.789 jiwa (1643 lelaki 1146 perempuan) dan 770 Kepala Keluarga.
 Untuk menjangkau daerah tersebut hanya dapat ditempuh lewat udara (pesawat) dan kendaraan roda namun ada juga yang memilih jalan kaki yang ditempuh selama 3-4 hari. Kondisi jalanannya saat ini sangat memprihatinkan akibat longsornya badan jalan dibeberapa titik sepanjang jalan poros Masamba-Rampi.
Kecamatan Rampi sendiri mempunyai 7 desa, yakni Tedeboe,Hulaku,Onondoa,Leboni,Muhale dan Dodolo dan Rampi. Wilayah adat rampi terdiri dari enam kampung adat dan setiap kampung adat di pimpin oleh Tokey dan di bawahi oleh tokey tongko (pemimpin besar)
Masyarakat adat rampi sampai saat ini tetap mempertahankan Budaya peninggalan leluhur masih mewarnai kehidupan masyarakat seperti, tradisi penyambutan tamu diwarnai penyerahan ayam jantan putih, telur dan beras sebagai simbol kejantanan, keperkasaan untuk mengayomi dan melindungi masyarakat agar masyarakat hidup makmur dan sejahtera.
Budaya tukar menukar barang (barter) barang baik barang kebutuhan primer maupun sekunder. Baju dari kulit pohon, kebiasaan masyarakat membuat baju yang terbuat dari kulit pohon. Kulit pohon yang diambil dari hutan dikemas dan diolah secara tradisional untuk dijadikan selimut ataupun baju yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
Juga dulang emas yang kerapkali dilakukan kaum ibu sebagai tambahan penghasilannya dan selain itu juga mata pencaharian masyarakat adat rampi adalah berkebun dan berladang ada juga yang berternak sapi atau kerbau.
Persoalan yang di hadapi masyarakat adat rampi saat ini selain akses transportasi yang sangat sulit juga ancaman terhadap masuknya perusahaan tambang,karna di wilayah hutan  adat rampi mengandung emas,biji besi dan batu bara,pada tahun 1986 salah satu wilayah adat rampi yang di keramatkan di tukar guling oleh PT BOSOWA yang berada di kabupaten Gowa Sulawesi Selatan, yang jaraknya dari rampi ke kabupaten Maros 478 Km.
Masyarakat adat rampi sampai saat ini menghadapi berbagai persoalan,baik masalah terhadap kehidupan juga ancaman terhadap masuknya berbagai perusahaan tambang,tahun 1978 masyrakat adat rampi kehilangan satu daerah yang dianggap keramat yaitu daerah Toboru yang diklaem oleh PT Bosowa yang di tukar gulingkan dengan tanah yang berada di daerah maros,masyarakat adat rampi yang hidup secara turun temurun.(*)

Di Balik Tembok Istana Luwu


"Di depan bangunan Istana ada beberapa tiang yang sudah rapuh. Bentuknya sudah tidak berdiri tegak, bengkok karena bagian tengah telah kosong di gerogoti rayap"
Istana kedatuan Luwu itu masih berdiri, kecil tapi tak terawat. Temboknya dicat dengan pewarna murahan. Dia seperti pertapa yang dilupakan, ditelantarkan oleh riuhnya pembangunan kota Palopo.
Sebuah sore pada Sabtu, 26 November 2011, saya berkunjung ke istana itu. Udaranya sejuk, hampir tak ada debu. Kompleks istana itu berdiri di lahan yang lapang. Ada bangunan dengan tembok dan rumah panggung yang besar.
Di bagian depannya, ada tugu badik berdiri dengan megah dikelilingi kolam teratai. Di sekitarannya ada taman, rumputnya tercukur dengan rapi. Itulah istana Luwu, sekarang di jalan Andi Tenripadang. Istana itu tak luas, hanya memiliki tiga ruangan, kamar untuk datu – gelar bagi raja Luwu dan kamar untuk para dayang istana. Sementara bagian lobi digunakan sebagai museum.
Luwu dalam sejarah Bugis merupakan kerajaan pertama. Hal ini bersumber dariMitologi I La Galigo. Bermula pada abad ke 12 di Ussu di Luwu Timur, kemudian pusat kerajaan berpindah ke Pattimang-Malangke, dan pada abad 16 ke Palopo – sekarang Kotamadya Palopo. Pada tahap inilah pamor dan ketenaran Luwu berangsur meredup di kancah perdagangan nusantara.
Arkeolog Universitas Hasanuddin Makassar, Iwan Sumantri, mengatakan lunturnya kebesaran Luwu disebabkan pemerintahan Luwu tidak bergerak pada budaya agraris. Sistem pertanian tidak berkembang.
Namun ketika pusat Luwu berada di Pattimang –Malangke Luwu menapaki periode paling penting. Ekspor damar, rotan, hingga besi Matano. Tapi saat Belanda melalui VOC, serikat dagangnya memasuki Nusantara dan menjadikan hasil bumi seperti cengkeh dan pala bergeliat, Luwu tenggelam.
Pada 1559, VOC memilih Makassar sebagai pusat perdagangan untuk Indonesia Timur, sementara Luwu yang berlokasi di perairan Teluk Bone menjadi kesepian. Tak ada aktivitas.
Saya sungguh penasaran melihat kebesaran dan cerita itu. Ketika pada Minggu 27 November 2011, saya mengunjunginya kembali. Memasuki beberapa ruangan dan melihat koleksi sejarahnya. Saya miris. Tak ada yang tersisa di istana itu.
Beberapa tahun lalu, arsip penting kerajaan Luwu hilang. Benda-benda peninggalan pada periode penting lenyap. Opu To Marilaleng atau Menteri urusan rumah tangga dan Tana Luwu, Andi Nyiwi membenarkan hal itu.
Beberapa kali dia membuka kacamatanya yang tebal dengan gagang coklat. Dia mengusap matanya, sembab. “Saya tidak tahu. Sebelum saya masuk semua tempat ini kosong,” katanya sembari menunjuk tempat-tempat penyimpanan pusaka.
Kini pusaka-pusaka itu mulai dikumpulkan kembali, tapi tak sebanyak dan selengkap semula. “Susah nak, nda tahu mau cari kemana lagi,” lanjutnya.
Menurut dia, Istana hanya seperti tinggalan yang tak penting. Pemerintah tidak memperhatikannya. Istana seperti tak dianggap sebagai bagian dari pembentukan Kota Palopo.
Di Beranda belakang Istana, seraya merapikan sarungnya, Andi Nyiwi menunjuk dua buah tiang penyangga plafon. “Dulu ini tiang ini bambu semua, sudah dimakan rayap. Ini baru saja diganti. Itupun saya harus marah dan berteriak,” kata Nyiwi.
Saya juga menjumpai, di tembok-tembok istana catnya terkelupas. Kalau merabanya dengan telapak tangan, maka warna putih temboknya akan menempel. Di depan bangunan Istana ada beberapa tiang yang sudah rapuh. Bentuknya sudah tidak berdiri tegak, bengkok karena bagian tengah telah kosong di gerogoti rayap. Disampingnya ada dua buah tiang bambu.
Saya meninggalkan istana itu dengan perasaan yang penuh tanya. Saya berhenti di luar pagar memperhatikan ke dalam. Apakah fungsi istana ini sekarang? Rajanya, tak ada di tempat, tapi di Kalimantan mengikuti suaminya. “Tugasnya diserahkan sama Opu To Marilaleng. Saya nak,” kata Nyiwi.
Wakil Walikota Palopo, Rahmat Bandaso, mengatakan pada saya, jika istana hanyalah bagian dari peninggalan kebudayaan. “Tapi memang, pemerintah dan Istana tak ada hubungan kerja,” katanya. “Ini bukan seperti Jogja. Jadi ya biasa saja.” (Eko Rusdianto)

Permandian Air Panas Kanan yang Belum Tersentuh


Suhu di Dusun Kanan, Desa Pararra, Kecamatan Sabbang, Luwu Utara, sore itu tampak mulai dingin, sejumlah warga terlihat mulai melapisi pakaian mereka dengan beragam corak kain guna menyelimuti tubuh mereka dari hawa dingin.
Meski begitu, ada yang menarik di Desa Kanan, disuhu udara yang mulai menusuk tulang, namun sekelompok anak tampak dengan riang bermain di aliran sungai yang terletak tepat sebelum memasuki dusun kanan.
Tidak ada yang mengetahui pasti mengapa dusun yang dihuni sekitar 30 kepala keluarga ini bernama Kanan, namun dari cerita masyarakat setempat, dusun tersebut bernama Kanan karena hampir seluruh rumah yang ada di dusun itu terletak di sebelah kanan, ketika melintas dari arah Kota Masamba.
Sejumlah referensi menyebutkan jika sumber air panas di Dusun Kanan ini masih berhubungan dengan sumber air panas pada permandian Pincara, yang terletak di Kecamatan Masamba. Meski bersuhu panas, namun rasa air di permadian ini, terasa tawar dengan aroma belerang yang sangat rendah.
Dusun Kanan dipilih oleh Panitia Pelaksana Festival Sungai Rongkong sebagai lokasi pelaksanaan kegiatan yang baru pertama kali digelar itu. Bekerjasama dengan Pemerintah Kecamatan Sabbang, organisasi Forum Komunikasi Pemuda Pemudi Sabbang (FKPPS) menggelar kegiatan yang akan dimasukkan sebagai agenda tahunan Pemerintah Kabupaten Luwu Utara.
Ketua FKPPS Harum Jaya mengatakan pihaknya sengaja memilih Dusun Kanan, Desa Pararra, sebagai lokasi pelaksanaan kegiatan guna memperkenalkan kepada masyarakat bahwa daerah ini kaya dengan potensi wisata yang belum terjamah.
“Wisata permandian air panas ini hanya satu dari sekian banyak potensi wisata di daerah ini yang belum tersentuh, padahal potensi ini jika dikelola dengan baik akan menghasilkan hal positif buat daerah dan masyarakat setempat,” ujar Hasrum.
Beberapa potensi wisata tersebut yakni wisata hutan, air terjun, permandian air panas, dan sejumlah potensi wisata lainnya.
“Kami berharap, agar daerah ini juga mendapat perhatian dari Pemerintah Kabupaten Luwu Utara, utamanya dalam pengelolaan potensi wisata yang terdapat di Kecamatan Sabbang,” ujar Hasrum.
Sementara itu, Adnand warga setempat menuturkan jika sejumlah wisatawan domestik sebenarnya kerap berkunjung ke sejumlah lokasi wisata yang terdapat di Desa Pararra ini. “Hanya saja akses jalan menuju ke sejumlah lokasi wisata yang belum ada, sehingga jumlah wisatawan yang datang masih tergolong minim,” ujar Adnand yang juga mahasiswa Universitas Cokroaminoto Palopo itu.
Bahkan, menurut Adnand, Sungai Rongkong di Desa Pararra, kerap dijadikan lokasi latihan bagi atlet arung jeram nasional. (b)
Haswadi

Bupati Lutra Tantang Dandim 1403 Sawerigading Duel


Usai membuka secara resmi festival Sungai Rongkong di Dusun Sangkale, Desa Pararra, Kecamatan Sabbang, Luwu Utara, Bupati Lutra, Arifin Junaidi langsung mengajak duel Komandan Distrik Militer (Dandim) 1403 Sawerigading Palopo, Letkol Inf Abdul Hanis dalam permainan tradisional masyarakat Tana Luwu yang dikenal dengan sebutan Ma’gasing, atau bermain gasing.
Mendapat tantangan duel itu, Abdul Hanis lantas membuka permainan dengan melemparkan gasing ke tengah arena Ma’Gasing yang disediakan panitia. Ratusan pasang mata yang menyaksikan pertarungan antara Arjuna dengan Komandan Kodim ini langsung bersorak ketika lemparan gasing Arjuna tepat mengenai gasing yang diputar oleh tentara berpangkat Letnan Kolonel ini.
Meski hanya berlangsung beberapa menit saja, namun permainan gasing antara Bupati Lutra dengan Dandim 1403 Sawerigading Palopo ini cukup menjadi memberi semangat pada warga yang sengaja datang menyaksikan berbagai macam perlombaan yang dihelat pada festival Sungai Rongkong tersebut.
Sementara itu, Ketua Forum Komunikasi Pemuda-Pemudi Sabbang (FKPPS), Hasrum Jaya kepada luwuraya.com mengatakan antusias masyarakat Luwu Utara pada festival Sungai Rongkong ini cukup besar, buktinya pada pembukaannya saja, ratusan warga berbondong-bondong menghadiri acara yang baru pertama kali digelar.
“Respon dari masyarakat maupun pemerintah cukup baik, dan kami berharap agar acara ini bisa berlangsung dengan baik tanpa ada kendala yang berarti,” kata Hasrum.
Hasrum menambahkan festival sungai rongkong ini diikuti oleh seluruh sekolah di Luwu Utara, mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA).
"Rencananya, sejumlah rangkaian acara akan digelar pada tiga hari berikutnya, seperti Ma’dengka-dengka, Pemilihan Putra-Putri Rongkong, serta lomba rakit,” ujar Hasrum.
Nah, bagi anda yang tidak ingin ketinggalan acara yang kental dengan nilai kebudayaan ini, segera datang ke Dusun Sangkale, Desa Pararra, Kecamatan Sabbang, untuk menyaksikan langsung sejumlah agenda kegiatan yang telah disiapkan panitia. (b)
Haswadi

Madengka-Dengka, Permainan Tradisional Rongkong yang Mulai Terlupakan


Permainan ini umumnya juga dimiliki oleh daerah lain, dengan nama yang berbeda-beda. Secara umum, masayarakat biasanya menyebut permainan ini dengan nama Engrang, atau jangkungan. Namun, bagi masyarakat Rongkong, permainan ini disebut dengan nama Ma’Dengka-Dengka.
Menggunakan galah atau tongkat yang diberi pijakan dengan maksud untuk memberikan jarak antara telapak kaki dengan tanah. Sesuai penuturan warga setempat, Ma’dengka-Dengka ini dahulu digunakan oleh masyarakat jika musim banjir terjadi, atau untuk melintasi sungai agar tidak basah terkena air.
Seiring waktu, Ma’dengka-dengka pun dijadikan oleh masyarakat setempat sebagai permainan masyarakat setempat. Biasanya juga kerap dilombakan, caranya yakni mengadu kecepatan melintasi jalur khusus yang sudah disiapkan, siapa yang paling cepat mencapai garis finish maka dialah pemenangnya.
Seperti pemandangan yang terlihat di Festival Sungai Rongkong yang digelar Pemerintah Kecamatan Sabbang dengan Forum Komunikasi Pemuda Pemudi Sabbang (FKPPS) di Desa Pararra, Kecamatan Sabbang. Sejumlah permainan tradisional yang bahkan sudah jarang terlihat dimainkan, seperti Ma’cukke, Ma’gasing, Lomba Rakit, kembali dipopulerkan oleh panitia pelaksana, termasuk permainan Ma’dengka-dengka itu sendiri.
Wandi Patriawan (27), warga setempat mengatakan jika pegelaran festival Sungai Rongkong ini seperti mengingatkan kembali romantisme masa lalu, karena banyak permainan tradisional yang sudah mulai terlupakan, kembali dipopulerkan di kegiatan ini.
“Memang benar, permainan tradisional Rongkong sangat banyak, dan seiring waktu sudah mulai terlupakan, kami mendukung penuh kegiatan seperti ini agar budaya tanah Rongkong tidak hilang termakan zaman,” ujar Wandi.
Sementara itu, Koordinator FKPPS Hasrum Jaya mengatakan kegiatan Festival Sungai Rongkong ini memang dimaksudkan untuk membuka kembali kebudayaan Tanah Rongkong yang sudah mulai pudar agar masyarakat tidak melupakannya.
“Semoga saja, kegiatan ini bisa tetap menjadi agenda tahunan agar kegiatan budaya seperti ini tidak terkubur zaman, dan masyarakat dapat tetap mempertahankan budaya Rongkong,” ujar Hasrum. (b)
Asdhar

Festival Sungai Rongkong Dihadiri Ratusan Warga Lutra


Pesta rakyat festival sungai rongkong yang digelar di Dusun Sangkale, Desa Pararra, Kecamatan Sabbang, Luwu Utara diserbu ratusan warga Luwu Utara. Acara yang baru pertama kali digelar ini menyakikan berbagai permainan tradisional khas Luwu yang sudah banyak ditinggalkan.
Bupati Luwu Utara, Arifin Junaidi membuka secara resmi festival sungai rongkong yang diagendakan akan berlangung selama tiga hari berturut-turut. Dalam sambutannya, Bupati mengaku salut dengan kegiatan yang diprakarsai pemuda Kecamatan Sabbang tersebut, pasalnya sudah banyak permainan khas Luwu yang mulai ditinggalkan oleh putra tana Luwu itu sendiri. Sehingga dengan digelarnya acara tersebut bisa mengingatkan kembali  budaya yang sudah mulai langkah dilakukan.
“Kami berterimakasih kepada panitia yang telah bekerja keras sehingga acara ini bisa berlangsung dengan baik, kami juga berharap agar festival seperti ini bisa berlangsung pada tahun-tahun berikutnya,” kata Arifin.
Setelah membuka secara resmi acara tersebut, Bupati Lutra sejumlah pejabat dan unsur muspida Lutra turut menyaksikan perlombaan madengka-dengkamacukke’, dan ma’gasing, yang diikuti seluruh siswa dari berbagai sekolah di Luwu Utara. (b)
Haswadi

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More